WELCOME

WELCOME TO MY BLOG.
I HOPE YOU LIKE IT AND COMMENT MY BLOG,
please

Rabu, 07 April 2010

CALEG

karya Maya Istafada OA

Greet, greet, suara ponselku yang membuatku terbangun dari tidur siang nyenyakku. Di layar ku lihat nama Rasti, adik bungsuku.
“Halo Ti, ada apa?”

“Bang, Mas Rudi ngamuk, dia histeris sekarang dia dibawa ke RSJ.”

“Ha, masak? Ya sudah abang kesana segera.”

Mas Rudi adalah kakak sepupu kami, yang tahun lalu mencalonkan diri sebagai anggota legislatif di daerah kami. Dia mulai mengamuk ketika dia tahu kalau dirinya tidak bisa menjadi anggota DPRD kabupaten kami. Dia adalah satu dari ratusan bahkan ribuan pencalon yang mengalami depresi cukup berat karena kegagalan dalam menggapai impian menjadi anggota legislatif.

Sebelumnya, banyak dari kami yang menasehatinya agar tidak mencalonkan dirinya. Kami menganggap Mas Rudi hanya akan mengikuti jejak para pendahulu yang gagal menjadi legislatif yang akhirnya mengalami depresi berat hingga ada yang nekat bunuh diri. Periode lalu kami trauma atas meninggalnya kerabat kami yang juga karena hal serupa, dia nekat gantung diri di kebun cabai. Dengan seutas tali yang ia kaitkan ke pohon mangga, ia mengakhiri hidupnya.

Di RSJ itu ku temui keluarga Om Haryo, ayah Mas Rudi. Tampaknya mereka biasa-biasa saja, hanya dia sedikit menghibur Tante Rusmi yang tampaknya sedih seorang diri meratapi nasib anak sulungnya. Dia tak henti-hentinya mengucurkan air mata melihat putranya di ikat dengan tali.

Ku temui Om Haryo, ku mulai ajak dia bercakap-cakap
“Om, bagaimana ini?”

“Ya, ini salah dia sendiri, sudah di larang, tapi kamu tahu masmu itu keras kepala.”

“Ya, tapi kasihan dia, om.”

“Itu resikonya, milyaran rupiah dia keluarkan, tapi apa yang dia dapat? Malah jadi stres gini bikin malu keluarga saja.”

Memang ku dengar uang yang dia habiskan saat itu mencapai enam milyar rupiah. Dia bekerja mati-matian untuk mendapatkan uang itu, tapi dalam sekejap uang itu habis tanpa guna yang berarti yang mengakibatkannya gila.

Aaa,,,a,,,. Ku dengar teriakan Mas Rudi, dia teriak minta dilepaskan. Kami berlari menuju tempatnya. Dengan reflek Om Haryo memarahinya.

“He, Rudi kamu ini kenapa? Tidak usah teriak-teriak, bikin malu saja.”

“Pa, lepasin aku, aku tidak gila!”

“He, kalau kamu tidak gila kenapa kamu ngamuk ha? Sudah tidak usah teriak lagi, kamu saya tinggal di sini, papa masih banyak urusan.”

Aku mengerti perasaan Om Haryo, aku tahu dia kecewa, marah, malu, tapi apa sampai hati dia meninggalkan putra sulungnya di kamar kecil, pengap dan di penuhi orang-orang gila yang kapanpun bisa menyakiti mas Rudi.

Begitupun Mas Rudi, dia juga menyesal. Pernah suatu hari dia bercakap padaku.

“Adi, sebenarnya aku menyesal sekali, aku tahu aku ini bikin aib keluarga, bikin keluarga susah, aku ingin mati saja, di”

“Mas, mas ini kok bicara begitu, mas bisa mengejar kesuksesan dengan cara lain, mas bisa buka usaha, ingat mas masa depan mas itu masih panjang.”

“Di, masa depan apa? Masa depan suram?”

“Ya, kamu kan bisa buka usaha?

“Usaha apa? modal darimana? Kamu tahu semua uangku ludes, hampir enam milyar hasil kerjaku bertahun-tahun tak tersisa karena kemaren.”

Aku tahu banyak uang yang dia bagikan pada masyarakat, dengan harapan dia terpilih jadi anggota legislatif, tapi dia malah menjadi seperti ini.
* * *

Aku tak tega melihat Mas Rudi terpuruk di kamar pengap ini, aku mengerti dia sangat tersiksa di kamar kecil ini.

Perubahan fasilitas yang sangat drastis dialami oleh Mas Rudi,. Dia yang awalnya tinggal di rumah megah dan mewah serta kamarnya yang luas bersih, rapi dan penuh barang-barang mewah, kini dia harus tinggal di kamar kecil ini.

Hanya aku dan Tante Rusmi yang sering menjenguknya, aku merasa penderitaan Mas Rudi bertambah berat seiring minimnya dukungan dari keluarga. Maka aku sempatkan waktuku untuk sesekali menengoknya.

Hari ini aku menengoknya, aku seketika kaget melihat keadaan Mas Rudi, tubuhnya penuh sayatan, biru bekas pukulan serta tubuh yang dulunya kekar berotot kini jadi kurus kerempeng.

“Ya, Allah keadaan mas kok, bisa jadi begini?”

“Adi, aku mau keluar dari sini!”

“Iya, aku juga tak tega melihat keadaan mas.”

“Bilang sama papa, aku menderita dan sakit disini.”

“Ya, baiklah aku akan telfon Om Haryo.”

Aku ambil ponselku, aku beranjak keluar untuk menelfon Om Haryo.

“Halo, assalamualaikum, ada apa Di?”

“Waalaikumussalam, Om begini, keadaan Mas Rudi sngat memprihatinkan, dia jadi kurut kerempeng dan ditubuhnya banyak luka.”

“O, kalau itu sampaikan saja pada dokternya!”

“Tapi sepertinya Mas Rudi sangat menderita om, apa tidak sebaiknya dia di bawa pulang dan di rawat di rumah saja?”

“Tidak. Dia hanya akan membuat keluarga malu saja.”

“Ya, saya tahu tapi, keadaannya sangat parah, bagaimana kalau dia di bawa ke RSJ yang lebik baik saja?”

“Adi, apa yang akan dikatakan tetangga kalau mereka tau Rudi dipindahkan, pasti mereka ngira gila rudi memang parah.”

“Tapi om, ini buat kebaikan putra om sendiri.”

“Pokoknya tidak, maaf om sibuk, assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.”

Aku tak menyangka Om Haryo begini pada putranya, tapi apa yang bisa ku lakukan aku hanya bisa menengok Mas Rudi saja, aku tak bisa memindahkannya karena aku hanya sepupu dari Mas Rudi.

Aku juga yakin kalau keadaan Mas Rudi akan makin parah bila dia terus berada di sini. Batinnya akan semakin tertekan mengingat keadaan dan suasana Rs ini yang sangat jauh dari kehidupan normal Mas Rudi.

Aku terus mengabarkan keadaan ini pada semua anggota keluarga, di sini mereka ikut bersedih tapi, tak ada bandingnya terhadap kesedihan Tante Rusmi yang terus menangis dan hampir pingsan mendengar kabar yang ku bawa tentang keadaan Mas Rudi.
* * *

Setelah berunding kami memutuskan untuk membicarakan ini pada Om Haryo lebih serius dan mumgkin bisa di bilang sedikit memaksanya.

Aku bersyukur sekali setelah melalui proses pembujukan akhirnya hati Om Haryo luluh juga, kami sepakat esok kami akan memindahkan Mas Rudi ke RSJ yang lebih canggih.

Setelah mengurus administrasi kami akan segera memindahkan ke RSJ Panti Mulya, salah satu RSJ terbaik di Indonesia.

“Om, kita tidak jemput Mas Rudi dulu?”

“Oh, ya. Ayo kita kesana.”

Kami menyusuri jalanan di RS itu, akhirnya sampailah kami ke kamar Mas Rudi. Ku buka pintu kamar itu.

“Assalamualaikum.”

Tak ada jawaban, padahal setiap kali ku menengoknya selalu dia menjawab salamku, tapi kenapa hari ini tidak? Toh, ku lihat dia terjaga. Kami mendekatinya ku coba untuk berbicara padanya.

“Mas, yuk kita pergi.”

Hanya lirikan mata yang ekspresif ku dapatkan serta perkataan yang tak ku mengerti, baru sesaat kemudian ku sadari,

“Astaghfirullah, om, tante, Mas Rudi tak mampu berbicara lagi.”

“Apa, tidak mungkin, tante tidak percaya.”

“Tapi inilah kenyataannya,”

“Tapi bagaimana bisa?”

“Mungkin, karena beberapa tekanan dan perasaan tidak nyaman sehingga dia bisa begini. Sepertinya dia juga sering menyiksa diri.”

“Oh, putraku kenapa bisa begini?”

Tante Rusmi terus menangis, dia tidak rela anaknya jadi seperti ini. Tapi inilah nyatanya , keadaan Mas Rudi menjadi benar-benar seperti anak idiot yang tak mampu berbicara dan tak mampu melakukan aktifitas apapun.

Kami benar-benar merasa terpukul atas nasib malang Mas Rudi. Om Haryopun begitu menyesal telah terlambat mengambil keputusan, ia juga menyesal telah menolak saran-saranku, tapi apa daya nasi telah menjadi bubur, keluarganyapun harus mengeluarkan uang lebih untuk perawatan Mas Rudi. Mungkin ini akan menjadi pelajaran berharga untuk keluarga Om Haryo dan kita semua.

12 komentar:

  1. Cerpennya bagus sekali. Judulnya juga bagus.
    Tapi, di sana terdapat tulisan gantung diri di kebun cabai. biasanya hanya ada cabai dan tidak ada phon lain. Jadi, pendek sekali. Mungkin bisa di ganti denga kebun lain.
    Mengapa satu percakapan satu paragraf. Mungkin bisa beberapa percakapan. Katanya gila, tapi kok masih bisa bercakap tentang menyesal nyalon.
    Saya beri skor:76

    BalasHapus
  2. cerpennya bagus.judulnya seharusnya setres karena caleg.konfliknya perlu dipertajam.latar cukup menarik.diambil dari tempat tinggal pengarangnya sendiri.gila kok tapi masih nyambung diajak bicara.kunilai 78.

    BalasHapus
  3. untuk bicara menyesal nyalon itu bicaranya sebelum gila,,, disitu sudah ditulis kata ( PADA SUATU HARI )

    Terimakasih...

    BalasHapus
  4. Cerpennya dah cukup menarik, pemilihan judul tidak sesuai dengan jalan ceritanya. Pemilihan alur akan lebih bagoes jika dibuat alur mundur, dan akan lebih baik jika saat pencalonan Rudi sebagai CALEG perlu dijelaskan secara rinci.
    Pemilihan konflik yang hanya lebih diutamakan kepada Rudi tidak sesebagus jika konflik yang dipilih juga terjadi kepada Adi (tokoh utama ).
    Aku kasih kamu nilai 78.

    BalasHapus
  5. cerpennya cukub bagus namun pemilihan judul dan alur kurang tepat, saya setuju dengan komentar mas rizal tentang judulnya yaitu stres karena caleg dan mengenai alur saya setuju dengan saran capricornblue yang menyarankan alur mundur

    ...Pemilihan konflik yang hanya lebih diutamakan kepada Rudi tidak sesebagus jika konflik yang dipilih juga terjadi kepada Adi (tokoh utama )...
    cuplikan di atas sangat saya dukung karena akan lebih bagus begitu.

    nilai 79 cukupkan...

    BalasHapus
  6. Cerpennya bagus tapi,judulnya seharusnya gelo karena caleg.konfliknya perlu dipertajam.latar cukup menarik.diambil dari tempat tinggal pengarangnya sendiri.Pemilihan alur akan lebih bagoes jika dibuat alur mundur,nilainya 78

    BalasHapus
  7. cerpennya cukup menarik tapi dalam al karakter tokoh kurang bgitu jelas,dan alurnya mungkin perlu di perbaiki
    gaya bahasa sudah bagus settingnya agak sedikit kurang mungkin perlu ditambah...
    saya bri nilai 71...oke

    BalasHapus
  8. Aaa,,,a,,,. Ku dengar teriakan Mas Rudi, dia teriak minta dilepaskan. Kami berlari menuju tempatnya. Dengan reflek Om Haryo memarahinya.

    “He, Rudi kamu ini kenapa? Tidak usah teriak-teriak, bikin malu saja.”

    “Pa, lepasin aku, aku tidak gila!”

    “He, kalau kamu tidak gila kenapa kamu ngamuk ha? Sudah tidak usah teriak lagi, kamu saya tinggal di sini, papa masih banyak urusan.”

    Saya kurang enak dengan apa yang disampaikan om Haryo dalam percakapan ini karena sebaiknya Om Haryo menghibur Rudi dulu dan jangan memarah-marahinya. lama om Haryo menghibur Rudi. Tapi Rudi malah semakin menjadi-jadi, nah baru kali itu om Haryo memarahinya.
    Thx (76)

    BalasHapus
  9. Cerpenmu sudah cukup bagus,bahasanya juga mudah dipahami,kata2nya enak dibaca,akan tetapi lebih bagus lagi jika kamu mempertajam karakter tokohnya.
    Sekian commend dariku apabila ada salah kata saya mohon maaf.

    Nilai : 77

    BalasHapus
  10. Cerpennya sdh bagus, tapi untuk penggambaran latar masih terasa kurang lengkap mungkin akan lebih baik lagi kalau latar di perjelas, seperti saat Rudi berteriak seharusnya lebih di perjelas dengan dimana ia berada. dan juga cara penggambaran tokoh perlu di perjelas misalnya orang yg gila itu seperti apa perlu di gambarkan dengan pakaiannya atau apa yg cocok. Buat kamu aku kasih nilai 79.

    BalasHapus
  11. cerpennya sudah bagus,,, konfliknya pun menarik.tapi:
    aku seketika kaget melihat keadaan Mas Rudi, tubuhnya penuh sayatan, biru bekas pukulan serta tubuh yang dulunya kekar berotot kini jadi kurus kerempeng.


    kalau ketersiksaannya di tampilkan kan menambah konflik....

    thanks.....(79)

    BalasHapus
  12. cerpen ini bagus. Pembuka dan penutup cerpen juga manis banget. Pokoknya terus berlatih, deh!

    BalasHapus