WELCOME

WELCOME TO MY BLOG.
I HOPE YOU LIKE IT AND COMMENT MY BLOG,
please

Rabu, 17 Maret 2010

Catwalk ( revisi )

Cerpen karya Maya Istafada OA

Dor, dor, suara ledakan yang tiba - tiba ku dengar membuatku menjerit histeris, menangis dan akhirnya pingsan. Peristiwa ini mengingatkanku terhadap sebuah peristiwa yang membuatku trauma sampai sa-at ini,peristiwa itu terjadi sekitar empat tahun lalu.

Ketika itu, aku mendapatkan job untuk memeragakan busana karya desainer terkemuka. Aku menyiapkan gaun yang hendak ku pakai. Aku merasaa sangat bangga mengenakan gaun mewah, rancangan desainer yang telah melebarkan sayapnya ke kancah Internasional.

Musik disko dan lampu bermacam warna serta gaun mewah yang kami kenakan menambah suasana glamour malam itu. Tata rias serta make up tebal yang merekan di wajah kami, menggambarkan gaya hidup western yang kita tiru. Dengan memegang gelas berisi minuman beralkohol yang dinikmati oleh pengunjung memper lihatkan suasana pesta budaya barat. Hingga acara dimulai mereka yang berpakaian seksi dengan sedikit membuka bagian tubuhnya menikmati musik disko dan menari ria bersama pasangan masing-masing.

Setelah semua siap, sekitar pukul 21.00 barulah acara dimulai, dengan urutan yang teratur mulailah kami mulai menyusuri catwalk, dengan hak tinggi kami sehingga terciptalah bunyi hasil pertemuan hak sepatu kami dengan catwalk putih bening sehingga terlihatlah bayangan kami di catwalk tersebut.

Aku, Shally. Begitu sapaan akrabku. Sebagai urutan terakhir, aku harus berjalan ke segala arah untuk menunjukkan karya busana teristimewa. Dengan gaun berwarna putih berkilau yang indah dengan sepatu hak tinggi berwarna silver bercahaya membuatku terlihat lebih anggun. Memang busana itu begitu cocok ku gunakan di tubuh ramping, tinggi nan seksi yang ku miliki.

Tibalah semua model berdiri bersama memperlihatkan gaun – gaun mewah itu. Ku berdiri di barisan depan, tengah. Sehingga aku terlihat sangat jelas. Senyum yang merekah dari pragawati memperindah suasana. Tapi, dalam sekejap suasana itu lenyap bak di telan bumi, ketika terdengar satu tembakan teror yang membuat semua orang panik dan berhamburan keluar.

Keadaanpun mulai menenang. Di sebuah ruangan khusus, kami menikmati hidangan yang tersedia seraya beristirahat sejenak. Karena, takut akan kejadian tadi, kami memutuskan keluar dan pulang.

Kami berpamitan dengan saling bersalaman. Tapi, sesuatu yang tak kami duga terjadi. Terjadi sebuah ledakan keras yang membuat ruangan sebelah hancur. Tak begitu kuat, memang. Sehingga, tidak ada korban jiwa, hanya sedikit luka yang dialami rekan – rekanku. Dan itu membuatku trauma sampai saat ini.
* * *

Aku mencoba untuk melupakan itu. Aku memulai lagi aktifitasku yang kebetulan hari ini banyak sekali pemotretan dan ada juga syuting video klip bersama band papan atas.

Ketika pembuatan klip sebuah lagu, ku kenakan kembali gaun indah malam itu. Memang, keanggunan ku dapat kembali. Tapi, mengapa teror itu datang lagi. Tembakan keras yang membuat semua berantakan serta membuatku berteriak histeris dan akhirnya pingsan.

Aku tak tahu bagaimana keadaan selanjutnua. Ketika aku tersadar, aku telah berada di sebuah rumah sakit. Aku di temani Evi, managerku. Dan disini aku membuah keputusan yang memang berat, dan aku yakin aku tidak bisa meninggalkan semua. Tapi, itu harus ku lakukan demi keselamatan jiwaku.

Tak ada satupun keluarga yang ada di sisiku, memang tak satupun keluargaku yang setuju dengan profesiku. Mereka labih ingin aku menjadi pebisnis atau politikus yang berkedudukan di Senayan untuk memimpin negeri ini. Semua itu tak dapat ku penuhi karena darah yang mengalir adalah darah seni yang aku merasa ku tak mampu berkecimpung di dunia bisnis atau politik, walau telah banyak selebritis yang mencoba menggelutinya.

Aku tahu ini konsekuensi yang harus ku terima sebagai publik figur, teror – teror yang membuatku merasa terancam akan keselamatanku. Aku harus menghentikan ini semua, demi keamanan jiwaku. Aku membuat sebuah keputusan yang berakibat fatal. Tapi aku harus melakukannya. Dan kusampaikan ini pada managerku.
“Vi, aku mau berhenti.”
“What ? berhenti ? Kamu yakin?”
“Ya, aku yakin.”
“Tapi kenapa, kamu sadar apa akibatnya ?” “Ya, aku takut kajadian itu.”
“Ya. Tapi, kamu terikat kontrak dengan beberapa label. Kamu bisa di tuntut lho ?”
“Ya, aku siap dengan semua akibatnya kok.”
“Tapi, Shall.., kamu akan kehilangan semua, dituntut banyak label, dan kamu akan jatuh miskin. Pokoknya aku tidak setuju.”
“Baiklah, aku mengerti. Tapi bagaimana dengan teror itu?”
“Shall, itu hal yang biasa dialami oleh seleb, apa lagi yang lagi naik daun.”
“Ya tapi itu dua kali, berurutan lagi.”
“Ya, aku juga tahu, toh lama – lama peneror itu juga lelah, pokoknya tidak usah diurusinlah!”
“Huh, ok, aku nurut saja sama kamu.”
“Ya, itu memang yang terbaik.”

Karena keadaanku yang tidak terlalu parah, aku cepat dibawa pulang dan benar saja, di depan rumahku banyak wartawan yang menunngu. Akupun di timbuki dengan berbagai pertanyaan seputar teror – teror yang aku alami yang membuatku pusing. Tanpa ku pedulikan mereka, ku tinggalkan mereka tanpa sedikitpun komentar.
* * *
Ku mulai aktifitasku seperti biasa,ku lupakan semua teror itu. Berbagai kontrak kembali kusetujui, mulai dari striping, peragaan busana, foto majalah dan lain – lain ku jalani.

Tepat pukul 08.00 aku menuju ke lokasi syuting. Sesampainya ku disambut hangat oleh teman – taman, grreeet, grreeet suara HP ku, ku buka ada banyak banget SMS masuk. Ku buka satu per satu SMS itu, seketika mataku terbelalak melihat sebuah SMS yang mengancam akan menyebarkan foto – foto yang mungkin sedikit bugil, bila aku tidak memberinya uang sebesar Rp 100.000.000,00.

Sungguh aku takut dengan ancaman itu, aku juga tidak mengerti dengan foto itu, bagaimana bisa dia mendapatkan foto itu, padahal aku tidak pernah merasa berfoto seperti itu.
Ku turuti, semua permintaan peneror itu. Tapi dia kembali mengancam akan membunuhku, dia kembali memerasku, kali ini dia meminta uang sebesar Rp 1000.000.000,00, tentu aku sangat tidak rela melepaskan uang sebesar itu.

Dengan mendatangi serta melaporkan kejadian itu, polisi memberiku rencana dengan menjebak pelaku itu. Tanpa terekpos oleh wartawan kami berhasil menangkap peneror itu.

Sungguh tak ku sangka seseorang yang aku kenal baik, dialah Dony, orang yang pernah melamarku namun ku tolak, tega menerorku dan memerasku ,dengan alasan karena sakit hati.

Dengan terpaksa aku penjarakan dia, tapi dia tetap mengancam akan membunuhku dengan menyuruh anak buahnya.

Aku benar – benar takut aku kembali memutuskan untuk berhenti dari entertaint, dan aku sampaikan ini pada menejerku dan aku tahu pasti dia tidak menyetujuinya.
“Evi, kali ini aku benar – benar mau berhenti”
“Shell, jangan bercanda deh.”
“Aku serius.”
“Hah, pasti karena Dony deh, kenapa?”
“Ya, karena aku trauma.”
“Aku tetap tidak setuju.”
“Terserah, tapi aku mau berhenti.”
“Kamu tahu konsekuensinya?”
“Ya, aku tidak peduli.”
“Ya sudah terserah kamu.”

Setelah ku berhenti, tak ku sangka begitu banyak tuntutan yang mereka tujukan padaku, bermilyar – milyar uang hasil jerih payahku lenyap untuk membayar denda karena pemutusan kontrak secara sepihak yang ku lakukan. Aku benar – benar kehilangan semuanya.

Aku benar – benar terpuruk, aku putuskan untuk pergi dari kota Jakarta yang penuh hura – hura ini. Dengan sedikit sisa hasil kerjaku, ku putusksn untuk pindah ke Bandung, daerah yang sejuk, bernuansa hijau berhiaskan kebun teh yang mungkin membuatku lebih tenang.
* * *

Di sebuah desa di Bandung, aku mulai profesi baruku. Dengan susah payah ku dapatkan sebuah pekerjaan menjadi seorang guru seni di sebuah SMPN di Bandung. Aku sangat senang dan bangga terhadap pekerjaan baruku ini. Dengan semangat menggelora ku mulai melangkahkan kakiku dengan keyakinan dan keteguhan penuh ku mulai hari pertamaku mengajar.

Tepat pukul 06.00, ku lewati jalan setapak yang naik turun, berbatu runcing serta terjal ku lewati dangan jalan kaki untuk menuju ke sekolah. Sedikit susah memang dengan sepatu hak tinggiku untuk melewati jalan licin itu.

Berkali – kali ku terkilir dan jatuh bangun untuk mencapai ke sekolah, akhirnya ku temukan sebuah SMPN bercat biru yang mulai memudar, berhalaman becek yang seharusnya direnovasi karena jauh dari kelayakan sekolah negeri di Jakarta.

Dengan sedikit ragu ku ayunkan langkahku memasuki area sekolah, dengan pelan ku tapakkan hak tinggiku di halaman becek itu.begitu hati – hati ku melangkah tapi tiba – tiba, Plakk!!!. Sebuah bola sepak yang terbuat dari plastik penuh lumpur mengenai baju putih bersihku.
“Aw...”
“Maaf Teh,.”
dengan hanya mengucapkan maaf dia berlalu begitu saja meninggalkanku yang terdiam membisu.

Setelah ku bersihkan bajuku yang kotor terkena lumpur di sebuah kamar mandi sekolah yang kotor,gelap, kumuh serta berbau pesing menyengat, aku lansung menuju kelas yang pertama ku ajar.

Di kelas VIII C aku mulai mengajar, kelas bergedung cukup tua namun cukup bersih yang mungkin sering dibersihkan oleh siswanya. Ku mulai memperkenalkan diriku.
“Pagi, anak – anak...”
“Pagi bu...”
“Perkenalkan, ibu guru baru disini, nama ibu Aura Shally Rahma. Ibu dari Jakarta dan bisa di panggil ibu Shally.
“Ya, bu Shally...”
“Ada pertanyaan?”
“Ada bu.”
“Iya silahkan,. “
“Ibu teh ngajar seni ya?”
“Iya nanti ibu akan mengajari kalian main musik, tari, menyanyi atau bisa juga seni Pragawan atau Pragawati, mau tidak?
“Ya bu, “

Sambutan hangat dari mereka menambah samangatku untuk mengajar, ku awali dengan mengajari mereka bermain organ, aku memang cukup lihai memainkannya. Walau dengan keyboard tua mareka sangat antusias mempelajarinya.
* * *
Hari – hari ku lewati dengan mengabdikan diriku untuk mengajar, memang sedikit hasilnya tapi aku cukup menikmatinya.Walau perlu perjuangan ekstra untuk mencapai Sekolah itu.

Hari ini ku ajak anak didikku untuk melukis keindahan alam sekitar, ku ajak mereka ke kebun teh sebelah sekolah kami. Semangat mereka terlihan ketika ku sampaikan rencanaku yang mereka sambut dengan bersorak ria.

Ku amati mereka, hasilnya cukup bagus untuk anak pemula hingga tiba – tiba aku dikagetkan oleh banyak wartawan yang tiba – tiba datang menemukanku, langsung saja mereka menghujaniku dengan berbagai pertanyaan,
“Mbak Shally, kenapa mbak meninggalakan dunia entertaint?”
“Nggak papa ya...,”
“Mbak Shally, apa ini ada hubungannya dengan teror itu?”
“Maaf, sekali lagi maaf. Kasihan murid – murid saya..”

Ku tinggalkan mereka dengan berlari menuju ke sekolah, tapi mengapa dengan tiba – tiba , Dor, sebuah tembakan yang aku merasa benar – benar di tujukan padaku. Tapi untuk saja meleset dan akhirnya ku pingsan.

Ku buka mataku, ternyata ku berada di rumahku, ku berlari keluar ku lihat peneror itu beradu tembak dengan polisi. Setelah beberapa kali mencoba melawan, peneror yang sempat membuat kualahan para polisi itu berhasil di tembak, yang di takdirkan menghembuskan nafas terakhirnya saat ini juga.

Ku lihat peneror itu, seketika aku syok, Dony? Aku tak mengerti kenapa dia bebas. Setelah aku bertanya pada polisi ternyata dia kabur dari penjara, dia juga telah membunuh salah seorang petugan penjaga penjara. Aku tak menyangka Dony senekat itu.

Bagaimanapun aku tersenyum lega, tapi tiba – tiba ku dengar jeritan tangis dari seorang warga, ternyata seorang siswi ku terkena tembakan dan akhirnya meninggal dunia. Tak dapat ku tahan tangisku yang meledak, keluarga korban memang sangat tabah, mereka menerima nasib tragis putrinya itu.

Setelah acara pemakaman yang di hadiri banyak orang yang sedih seakan kehilangan pahlawan yang sangat berjasa mewarnai acara pemakaman aku memutuskan seluruh biaya mulai mdari perawatan jenazah hingga selamatanpun ku tanggung, karena ku merasa akulah orang yang paling bertanggung jawab atas insiden ini.
* * *
Aku mulai lagi aktifitasku, aku merasa lebih baik dari sebelumnya bersama siswa – siswiku. Aku kembali mendapatkan kebahagiaan, keluargaku menerimaku kembali. Ku rasakan kedamaian yang lebih di banding waktu aku masih berlenggak lenggok di catwalk dulu, dan tak lupa ku sempatkan untuk menengok makam siswiku itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar